Derajat Hadits Khutbah Id Dua Kali Dipisahkan Dengan Duduk
Bagaimana derajat hadits: "Rasulullah
Shallallahu'alaihi Wasallam keluar di hari Idul Fitri atau Idul Adha, kemudian
berkhutbah sambil berdiri, kemudian duduk, lalu berdiri lagi"?
Dikeluarkan oleh Ibnu
Majah dalam Sunan-nya (1279),
Yahya bin Hakim menuturkan kepadaku, Abu Bahr menuturkan
kepadaku, Ismail bin Muslim Al Khulani menuturkan kepadaku, Abu Az Zubair
menuturkan kepadaku, dari Jabir (bin Abdillah), ia berkata: “Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam keluar di hari Idul Fitri atau Idul Adha, kemudian
berkhutbah sambil berdiri, kemudian duduk, lalu berdiri lagi”
Derajat Hadits
Riwayat ini dhaif jiddan, karena terdapat dua perawi yang
lemah:
1. Abu Bahr, yaitu
Abdurrahman bin Utsman Ats Tsaqafi
Pendapat para ulama rijal mengenai beliau:
1.
Abu Hatim Ar Razi: “ia ditulis haditsnya, namun
bukan hujjah”
2.
Al Hakim: “ia tidak qawiy menurut para ahlul
rijal”
3.
An Nasa’i: “ia dhaif, penduduk Bashrah”
4.
Ibnu Hajar Al Asqalani: “ia dhaif”
5.
Adz Dzahabi: “banyak ahlul rijal yang
mendhaifkannya”
6.
Yahya bin Ma’in: “ia dha’ful hadits”
Kesimpulannya, perawi yang demikian statusnya dhaif namun
bisa menjadi i’tibar.
2. Ismail bin Muslim
Al Khulani
Pendapat para ulama rijal mengenai beliau:
1.
Al Bazzar: “ia tidak qawiy“.
2.
Al Baihaqi: “kami tidak berhujjah dengannya”
3.
An Nasa’i: “matrukul hadits”
4.
Abu Hatim Ar Razi: “ia dha’iful hadits, sering
salah, namun bukan matruk, ditulis haditsnya”
5.
Abu Zur’ah Ar Razi: “dha’iful hadits“
6.
Abu Hatim Al Busti: “ia dhaif, meriwayatkan hadits-hadits
munkar dari orang-orang yang masyhur, suka membolak-balik sanad”
7.
Imam Ahmad: “munkarul hadits“
8.
Ad Daruquthni: “dhaif, matruk“
9.
Ibnu Hajar Al Asqalani: “pada dirinya ada
kelemahan”
10.
Adz Dzahabi: “ahlur rijal mendhaifkannya”
11.
Ali Al Madini: “dhaif, tidak ditulis haditsnya”
12.
Imam Al Bukhari: “Ibnul Mubarak dan Abdurrahman
bin Mahdi meninggalkannya”
13.
Yahya bin Ma’in: “laysa bis syai’in“
Tampak di sini bahwa terdapat perselisihan cukup kuat
mengenai Ismail bin Muslim Al Khulani apakah ia perawi yang dhaif saja ataukah
matruk, namun mereka sepakat mengenai kedhaifannya. Yang rajih –wallahu a’lam–
ia statusnya dhaif jiddan, dan tidak bisa menjadi i’tibar.
Tidak terdapat jalan lain yang menguatkan riwayat ini,
sehingga dapat disimpulkan bahwa hadits ini derajatnya dhaif jiddan.
Namun terdapat riwayat yang dikeluarkan An Nasa’i dalam
Sunan Al Kubra (1777), dari Jabir bin Samurah sebagai berikut:
Dari Jabir bin Samurah, ia berkata: “aku melihat Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam berkhutbah sambil berdiri, lalu duduk tanpa
berkata-kata, lalu berdiri lagi dengan mengkhutbahkan yang lain. Barangsiapa
yang mengabarkan bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam berkhutbah sambil
duduk, janganlah dibenarkan”.
Riwayat ini shahih semua perawinya tsiqah, dan dikeluarkan
oleh An Nasa’i dalam Kitabul Idain (bab dua hari raya). Namun riwayat ini
dijelaskan dalam riwayat lain dalam Sunan Ash Shugra (1402):
Dari Jabir bin Samurah, ia berkata: “aku melihat Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam berkhutbah pada hari Jum’at sambil berdiri, lalu
duduk tanpa berkata-kata, lalu berdiri lagi dengan mengkhutbahkan yang lain.
Barangsiapa yang mengabarkan bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam berkhutbah
sambil duduk, maka ia telah berdusta”.
Jadi yang tepat, hadits ini berbicara mengenai khutbah
Jum’at, bukan khutbah Id. Memang ini menunjukkan bahwa An Nasa’i berpendapat
meng-qiyaskan khutbah Id dengan khutbah Jum’at, sebagaimana pendapat jumhur
ulama. Namun demikian yang jadi poin di sini adalah bahwa yang dimaksud dalam
hadits Jabir bin Samurah mengenai khutbah dua kali adalah khutbah jum’at dan
bukanlah khutbah Id sehingga tidak bisa menguatkan hadits Jabir bin Abdillah di
atas.
Oleh karena itu Syaikh Al Albani rahimahullah mengomentari
hadits Jabir bin Abdillah dalam Sunan Ibnu Majah: “hadits ini munkar secara
sanad dan matan, karena yang mahfuzh hal tersebut berlaku pada khutbah Jum’at”
(Dhaif Ibni Majah, 235.)
Khutbah Id satu kali
atau dua kali?
Terdapat hadits lain yang shahih yang zhahir-nya menunjukkan
khutbah Id adalah satu kali,
Dari Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma beliau berkata: “Aku
menghadiri hari raya Idul Fitri bersama Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, Abu
Bakar, Umar, dan Utsman radhiallahu’anhum, mereka shalat Id sebelum khutbah.
Kemudian setelah itu beliau berkhutbah … ” (HR. Bukhari-Muslim).
Zhahir hadits ini menyebutkan “khutbah”saja bukan “dua
khutbah”. Namun sebagian ulama mengatakan bahwa ini bukan pendalilan yang
sharih (tegas). Pendapat yang menenangkan hati kami adalah yang disebutkan oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin:
“Yang masyhur dari para fuqaha
rahimahumullah adalah bahwa khutbah Id itu dua khutbah, berdasarkan hadits
dhaif tentang hal ini. Namun dalam hadits yang muttafaq ‘alaih keshahihannya
disebutkan bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam tidak berkhutbah kecuali satu
khutbah saja. Namun saya rasa ini adalah perkara yang luas” (Majmu’ Fatawa war
Rasail Ibnu Utsamin, 16/246, dinukil dari: https://islamqa.info/ar/67942).
Yang lebih tepat, khutbah Id itu satu kali, namun hendaknya
bersikap lapang dalam hal ini, yaitu tidak mengingkari yang berkhutbah dua
kali, sebagaimana para ulama juga bersikap lapang. Wallahu a’lam.
Sumber: muslim